Kamis, 26 November 2009

Kampanye AL Italia di Laut Tengah pada PD II (1940-1943)--->(2)

Pemblokadean laut atas Malta dilaksanakan oleh AL Italia dengan mengerahkan Divisi Penjelajah ke-3 dan ke-7 serta dengan melaksanakan Operasi Peranjauan Ofensif. Sedangkan keunggulan udara dilaksanakan oleh Armada udara gabungan Italia-German Air Force.
Namun pada saat Malta hampir menyerah oleh pemblokadean tersebut terjadi kesalahan fatal yang dilakukan oleh para pemimpin Jerman:
1) Jenderal Rommel memusatkan perhatian untuk menyerbu Mesir dan mengkhawatirkan Inggris bisa membangun kekuatan AU nya, maka ia meminta AU Jerman di Laut Tengah yang sedang melaksanakan pemblokadean di Malta untuk membantunya. Namun kekuatan mereka tidak bisa melaksanakan pertempuran di dua tempat sekaligus. Maka tujuan menguasai Malta di tunda sehingga mereka hanya berkonsentrasi di Mesir.
2) Hittler mengkonsentrasikan kekuatannya saat itu (1942) untuk memulai invasi ke Rusia dan mengatakan bahwa rencananya tersebut bisa membuat Malta menjadi tidak berguna bagi Inggris.
Akhirnya Malta gagal dikuasai dan jalannya pertempuran di Laut Tengah berbalik melawan Italia.
Jumlah ranjau yang di sebar oleh AL Italia di laut tengah sebanyak 54.457 ranjau. Adapun jenis ranjau yang disebar adalah ranjau pengaruh, ranjau jangkar, dan ranjau dasar. Terdapat juga ranjau anti invasi yang diletakkan di pesisir pantai Pulau Malta untuk menghambat pendaratan AL Inggris.
Untuk area peranjauan, AL Italia melaksanakan peranjauan ofensif di Selat Sisilia dan pelabuhan Alexandria di negara Tunisia dengan tujuan untuk mengontrol jalur perdagangan di Laut Tengah, mengarahkan konvoi musuh agar mengikuti kemauan dari Angk Bersenjata Italia dan menghancurkan moral AL Inggris dan sekutunya (Yunani, Yugoslavia, Perancis) di daerah tersebut. Selain itu AL Italia juga melaksanakan peranjauan Ofensif di kepulauan Malta yang bertujuan untuk mengisolasi Malta dan untuk pemukul terakhir konvoi AL inggris yang mencoba membantu kekuatan Malta. Selain peranjauan ofensif, AL Italia juga melaksanakan peranjauan defensif di selat Sisilia yang bertujuan untuk melaksanakan tindakan balasan ke pulau Sisilia dan wilayah Italia lainnya.
Adapun permasalahan operasi peranjauan yang dilaksanakan supermarina adalah peralatan yang terbatas seperti yang terdapat pada 6 KS Italia membuat hasil peranjauan kurang mengesankan, keadaan laut yang dipilih menjadi daerah peranjauan seperti selat Sisilia yang selalu berombak besar dan berarus kencang serta memiliki kedalaman yang berbeda jauh di tiap tempat dimana terdapat kedalaman yang lebih dari yang biasanya dipilih menjadi daerah peranjauan menjadikan usaha peranjauan yang dilakukan harus dilaksanakan dengan usaha yang lebih agar kesulitan-kesulitan ini dapat teratasi. Pengerahan awak yang terampil dan peralatan penyebaran yang lebih banyak lagi serta diciptakannya ranjau baru untuk daerah perairan yang memiliki kedalaman seperti di Selat Sisilia adalah solusi yang dianggap tepat oleh Supermarina.
AL Inggris juga melaksanakan aksi perlawanan ranjau yang dilakukan dengan cara membalas meranjau daerah Italia (celah antar medan ranjau di selat Sisilia). Dimana pada masa itu belum ada kapal-kapal Buru Ranjau. Minesweepers yang dimiliki oleh kedua AL (Italia&Inggris) belum mampu membersihkan ranjau yang berada di laut dalam dan selalu berombak besar seperti di selat Sisilia, belum lagi serangan udara silih berganti dari kedua belah pihak, sehingga TPR yang dilakukan oleh keduanya tidak berhasil efektif. Hal ini mengakibatkan masih banyak ranjau di daerah tersebut sampai beberapa tahun kemudian. Namun setelah gencatan senjata sekutu dan Italia September 1943, baru operasi penyapuan ranjau bisa dilaksanakan dengan lancar oleh AL Italia beserta Sekutu sepanjang hari meliputi 360.000 mil dikarenakan perairan Italia pada saat perang mengalami peranjauan besar-besaran.
Adapun hasil yang di dapat dalam peranjauan baik ofensif maupun defensif yang dilakukan AL Italia adalah 54.457 ranjau yang disebar sebanyak 132 kapal AL Inggris hancur akibat dari persenjataan laut termasuk ranjau. Sebanyak 80 kapal dagang tenggelam akibat dari ranjau.

Sabtu, 21 November 2009

Kampanye AL Italia di Laut Tengah pada PD II (1940-1943)--->(1)

Pada tgl 10 Juni 1940, Italia terjun ke kancah pertempuran PD-II dgn memihak kpd Jerman. Area operasi yg dipilih oleh AL Italia (supermarina) adalah Laut Tengah karena di sini pusat dari kekuasaan Inggris, yg menguasai daerah utara Afrika dan beberapa pulau kecil di sekitarnya, seperti Malta dan Kreta. Operasi yg dilaksanakan adalah operasi kapal selam dan peperangan ranjau.
Operasi peranjauan dikatakan oleh Commander(ret.) Marc' Antonio Bragadin, penulis dari The Italian Navy in World War II, adalah langkah awal yang paling masuk akal dalam permulaan suatu operasi laut. Dan peperangan ranjau adalah salah satu jenis peperangan yang mendapat perhatian khusus dari AL Italia.
Operasi peranjauan yang dilaksanakan adalah pd malam sebelum di mulainya pertempuran tgl 6 Juni 1940 dgn menggelar Operasi Peranjauan Defensif disekitar pantai mereka. Selain itumereka memiliki enam Kapal Selam penyebar ranjau yang mampu melaksanakan Operasi Peranjauan Ofensif di sekitar pelabuhan musuh dan sepanjang rute pelayarannya seperti Tunisia, Selat Sisilia, Malta, dll. Bahkan KS Micca telah berangkat tgl 4 Juni 1940 untuk melaksanakan Operasi Peranjauan Ofensif di alur masuk Aleksandria.
Operasi Peranjauan Ofensif dan Defensif sekaligus dilaksanakan di Selat Sisilia. Dilaksanakan juga Peranjauan Ofensif di Malta dan Kreta dimana tipe medan ranjau yang dilaksanakan berupa Attrition Fields dan Closure Fields. Para petinggi AL Italia menganggap peranjauan di Malta penting karena Malta adalah Pulau yang amat strategis untuk digunakan sebagai langkah awal mengontrol pelayaran di Laut Tengah dan sebagai syarat mutlak yang tak dapat di elakkan untuk memulai perang melawan Royal Navy dan harus sesegera mungkin dikuasai, yang pada saat itu Malta dikuasai Royal Navy sebagai akibat dari hasil PD I.
Para pemimpin militer Italia dan Jerman memiliki keyakinan bahwa untuk memenangkan pertempuran di Laut Tengah, penguasaan Terusan Suez amat perlu dilaksanakan. Dan untuk itu mereka memandang perlu untuk merebut pangkalan udara di Malta dan semuanya harus dilaksanakan dengan amat cermat dan tidak main-main. Untuk itu Jerman dan Italia merancang operasi gabungan untuk melaksanakan pendaratan di Malta. AL Italia mendapat "jatah" untuk melaksanakan operasi laut dengan mengerahkan kekuatan eskortanya, kekuatan kapal-kapal pendarat dan menyiapkan rencana konvoi serta mempersiapkan resimen San Marco. Selama persiapan ini dilaksanakan, menjadi suatu keperluan yang nyata bahwa harus dilaksanakan usaha untuk mengikis kemampuan bertahan Malta sebesar mungkin baik dengan operasi pemboman dari udara maupun dengan mengepung pulau tersebut dan mengurangi suplai logistik maupun pasukan seminim mungkin. Pemblokadean laut atas Malta dilaksanakan oleh AL Italia dengan mengerahkan Divisi Penjelajah ke-3 dan ke-7 serta dengan melaksanakan Operasi peranjauan ofensif. Sedangkan keunggulan udara dilaksanakan oleh armada udara gabungan Italia-German Air Force.

Sabtu, 14 November 2009

Operation Starvation

Pada awal PD II, tidak ada seorangpun baik dari AL, AD maupun AU yang memandang bahwa peperangan ranjau sebagai bagian penting dalam strategi secara keseluruhan dan sebagai hasilnya, perkembangan ranjau dan perencanaan peperangan ranjau di abaikan. Kelalaian ini dapat di atasi melalui usaha dari suatu kelompok kecil dari para ahli peranjauan Admiral King's staff di Washington dan sebagai akibat pengaruh dari Angkatan Bersenjata Inggris yang menggunakan peperangan ranjau sebagai bagian integral dari strategi mereka untuk mengalahkan Jerman.
Sebagai sebuah negara kepulauan yang bergantung pada sumber-sumber dari luar seperti minyak, bahan baku dan bahan makanan serta harus menyuplai pos-pos terluar atau terdepan militernya, sehingga Jepang sangat rentan terhadap peperangan ranjau. Ketika perang melawan Jepang berlangsung, ranjau semakin banyak di gunakan sebagai bagian dari operasi amphibi dan sebagai bagian dari kampanye militer melawan Jepang. Pada tahun 1944, upaya AL untuk mengembangkan dan mengadakan persediaan ranjau mulai menampakan hasil, tetapi AL tidak memiliki sarana untuk membawa dan menyebarkan sejumlah ranjau ke perairan Jepang. Semua pelaku berpendapat bahwa kekuatan laut dan udara dapat memaksa Jepang untuk menyerah tanpa invasi. 1 April 1945 AL dan AU sepakat untuk menggunakan B-29 untuk kampanye peranjauan, yang dikenal dengan operasi "STARVATION".
Tiap pesawat udara membawa rata-rata 12.000 pound ranjau dengan tanpa tanki cadangan bahan bakar. Campuran dari 2000 pound ranjau MK-25 dan 1000 pound ranjau MK-26 dari total 36 ranjau yang di bawanya. Kombinasi antara peralatan aktuasi dengan magnetik dan akustik di gunakan dengan setting sensitivitas yang bervariasi, penyetelan arming delay secara acak antara 1 dan 30 hari dan ship counter antara 1 dan 9.
Tujuan utama Operasi Kelaparan (Operation Starvation) adalah untuk mencegah impor bahan baku , material dan makanan ke Jepang, mencegah pasokan dan pergerakan kekuatan militer dan mengganggu pelayaran di Laut Pedalaman. Empat puluh enam misi ditujukan untuk menyerang perairan Jepang dengan intensi untuk memblokade selat Shimonoseki, dimana 80% dari armada kapal niaga Jepang lewat, blokade pelabuhan industri dan pelabuhan umum di Tokyo dan Nagoya, menghalangi jalur pelayaran antara Korea dan Jepang dengan meranjau pelabuhan Korea dan pelabuhan di pantai utara Jepang. Penyebaran dibagi dua medan ranjau : MIKE berlokasi di sebelah barat selat Shimonoseki, dan LOVE yang berlokasi di sebelah timur dari selat.
Selama perang, ranjau yang disebar telah menenggelamkan atau merusak lebih dari 2 juta ton kapal musuh, jumlah yang mewakili hampir seperempat dari kekuatan armada laut Jepang sebelum perang. Sebelum operasi STARVATION, kampanye peranjauan telah dilaksanakan di daerah terluar lawan. Kapal selam, kapal permukaan dan pesawat udara menebarkan hampir 13.000 ranjau pelabuhan dan rute pelayaran. Tidak ada kapal selam atau kapal permukaan yang hilang ketika menyebar ranjau dan lebih dari 3.231 sorti pesawat udara meranjau, hanya 40 pesawat udara yang gagal kembali. Kira-kira hampir 770.000 ton dari kapal telah tenggelam atau rusak.
Selama operasi STARVATION berlangsung, lebih dari 1.250.000 ton kapal telah tenggelam atau rusak dalam lima bulan terakhir. Kira-kira hampir 12.000 ranjau telah di sebar oleh 21th Bomber Command. Lebih dari 1.529 sorti B-29 melaksanakan peranjauan, hanya 15 pesawat udara yang gagal kembali. Selat Shiminiseki dan semua pelabuhan industri yang penting hampir seluruhnya di blokade. Ratusan kapal tertunda, tenggelam atau rusak dan persediaan untuk industri sangat dibutuhkan dan sebagian penduduk telah dipindahkan ke pelabuhan utara Honshu.
Keputusan untuk menggunakan B-29 dalam kampanye peranjauan adalah contoh yang sempurna untuk kerjasama antar angkatan bersenjata. Operasi ini sangat sukses dimana menyebabkan menyerahnya Jepang tanpa harus melakukan invasi.

Kamis, 12 November 2009

Sejarah Peperangan Ranjau (Post World War, 1950-1991)

Pelajaran yang dapat kita pelajari dari beberapa konflik dan insiden yang berbeda setelah PD II mengenai pentingnya peperangan ranjau, yaitu pada saat :
1) Korean War
Dalam perang korea, Amerika harus belajar kembali tentang sebuah pelajaran penting yaitu Never Underestimate the Mine Threat!! (jangan pernah meremehkan ancaman ranjau). Pada saat Operasi Wonsan, penggunaan ranjau yang efektif dapat menunda pendaratan dari pasukan Amerika dan menyebabkan rencana menjepit gerakan untuk menjebak pasukan Korea Utara di Wonsan gagal.
2) Vietnam War
Tujuan Ofensif dalam peperangan ranjau modern dapat tergambar dengan baik pada saat perang Vietnam. Haipong di blokade oleh Amerika ketika konflik Vietnam pada Mei 1972 menunjukan keefektifan dari ranjau laut sebagai offensive weapon. Sebuah keluarga ranjau baru yang disebut dengan "destructors", sebuah bomb ranjau, pertama kali digunakan pada tahun 1967. Kata "destructor" ini digunakan kemungkinan untuk mengelakan arti dari kata "mine" secara politik.
Dalam peranjauan ini di gunakan satu aircraft carrier dan 26 pesawat udara tiap jam untuk meranjau pelabuhan Haipong. Tidak ada kapal yang bisa masuk ke pelabuhan sejak peranjauan sampai 10 bulan kedepan, pada akhirnya Amerika membersihkan lorong/selat tersebut pada akhir masa peperangan.
3) Red Sea Incident
Pada tahun 1984, ranjau digunakan untuk mengancam kebebasan dalam ber-navigasi sebagai bentuk dari terorisme di utara Laut Merah, adalah sebuah pelajaran bagi dunia. Teroris (kemungkinan dari Libya) menyebar beberapa magnetik-akustik ranjau dasar (sekitar 20-25 berasal dari Rusia) di sebelah utara Laut Merah, dalam usaha untuk mengancam kebebasan ber-navigasi. Kekuatan MCM internasional dari Perancis, Inggris, Italy dan Amerika dikerahkan selama 2 bulan untuk membersihkan sehingga aman untuk dilewati menuju terusan Suez.
Pada kasus ini menggambarkan betapa rapuhnya/lemahnya transportasi laut terhadap ancaman ranjau dan sampai hari ini, dimana hampir seluruh perdagangan dunia dilakukan masih melalui jalan laut, ranjau merupakan ancaman yang nyata meskipun dalam waktu damai.
4) Persian Gulf
Dari 1987 sampai dengan 1991, ranjau (termasuk yang model lama), pertama kali disebar oleh Iran dan kemudian Irak di Teluk Persia, menunjukan kerapuhan bahkan bagi AL yang paling kuat sekalipun terhadap ancaman dari ranjau. Satu pelajaran penting yang dapat di ambil dari kejadian ini adalah pada tahun 1987, ketika ranjau-ranjau canggih/pintar sudah ada, ranjau dengan model lama tetap merupakan ancaman yang potensial. Hal ini terjadi ketika sebuah kapal frigate Amerika USS Samuel B. Roberts terkena ranjau model lama dan menghabiskan biaya 97 juta USD untuk perbaikan.
Selama perang teluk, Irak menyebar sekitar 1200 ranjau dimana 80% adalah ranjau kontak peninggalan PD I dan PD II dan 20 % adalah ranjau dasar pengaruh. Salah satu kapal suplai AL Amerika USS Tripoli terkena ranjau jangkar kontak model lama dan sebuah kelas Ticonderoga USS Princeton terkena 2 buah ranjau modern MANTA.

Rabu, 11 November 2009

Sejarah Peperangan Ranjau (World War-II, 1939-1945)

Pada PD II, setiap 35 ranjau yang di sebar, satu buah kapal tenggelam. Jerman dan pasukan Sekutu masing-masing kehilangan lebih dari 1000 kapal akibat ranjau. Pada masa ini ditemukan teknologi terbaru untuk ranjau, yaitu ranjau pengaruh (influence mine).
Influence mines adalah ranjau yang akan ter aktuasi karena satu atau kombinasi dari beberapa faktor pengaruh : magnetic, acoustic dan pressure. Ranjau-ranjau pengaruh ini pertama kali di operasikan pada waktu PD II.
Ranjau pengaruh pada umumnya merupakan ranjau dasar dan oleh karena itu tidak di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pasang surut dan arus, tidak seperti ranjau jangkar. Keterbatasan yang menjadi sifatnya yaitu membutuhkan perairan yang agak dangkal dan semakin dekat dengan target makan akan semakin efektif.
Ranjau dasar Magnetik pertama kali di buat dan di uji oleh Inggris pada tahun 1917. Mereka menyebutnya dengan M-sinkers. Tetapi Jerman adalah yang pertama kali meraih sukses dalam penggunaan ranjau magnetik ini pada awal PD II. Aktuasi ranjau ini disebabkan perubahan medan magnet bumi karena akibat dari komponen magnetik yang ada di kapal baik yang permanen maupun yang variabel.
Ranjau dasar Akustik digunakan oleh kedua belah pihak, Sekutu dan Jerman pada akhir PD II. Aktuasi ranjau ini disebabkan oleh suara bawah air yang di timbulkan oleh kapal yang bergerak melalui air.
Ranjau dasar Pengaruh di kenal juga sebagai oysters, di kembangkan pada tahun 1943. Teraktuasi karena perubahan tekanan air dibawah sebuah kapal yang bergerak.
Berkembang suatu teknologi baru dalam menyebar ranjau yaitu dengan menggunakan pesawat terbang. Penyebaran ranjau secara tradisional yaitu dengan kapal permukaan dinilai lambat dan berbahaya. Menyebar ranjau dengan pesawat udara dengan maksud bahwa medan ranjau yang biasanya diselesaikan beberapa hari oleh kapal permukaan, dapat di lakukan hanya dalam beberapa jam dan yang paling penting adalah resikonya rendah.
Ranjau memegang peranan yang sangat penting sebagai senjata untuk menyerang. Operation Starvation adalah contoh baik betapa efektif nya offensive minning. 650 kapal Jepang tenggelam dan lalu lintas pelayaran sangat terganggu. Jepang sangat tergantung pada kebutuhan importnya, sehingga pada akhirnya menyerah. Operasi ini dilaksanakan oleh Amerika dalam melawan Jepang pada akhir PD II.

Senin, 09 November 2009

Sejarah Peperangan Ranjau (World War-I, 1914-1918)

Perang Dunia-1 memperlihatkan peningkatan dalam penggunaan ranjau dalam peperangan laut seiring dengan perkembangan teknik penyebaran dan design ranjau itu sendiri. Ranjau di gunakan dengan tujuan defensif dan ofensif oleh negara yang berperang dalam PD-1. Seperti contoh di bawah ini :
1) Defence, Pertahanan anti kapal selam Jerman oleh Sekutu.
Pada tahun 1914, kekuatan kapal selam jerman menjadi suatu ancaman besar bagi armada Sekutu dan kapal niaganya. Jawaban dari permasalahan ini adalah dengan menggunakan ranjau untuk menenggelamkan kapal selam Jerman. Di sebelah Utara, sekitar 240.000 ranjau telah disebarkan oleh Inggris dan Amerika (80% disebarkan oleh Amerika). Sebagai hasilnya 6 kapal selam Jerman tenggelam dan beberapa mengalami kerusakan. Sedangkan di sebelah selatan, berakhir pada tahun 1918 dengan sekitar 11.000 ranjau dan berhasil menenggelamkan 11 kapal selam Jerman.
2) Defence, Pertahanan anti invasi paling efektif oleh Turki di Dardanelles.
Kombinasi antara penggunaan ranjau dengan meriam pantai yang saling mendukung satu sama lain menjadikan perencanaan pertahanan yang sangat efektif dalam melawan operasi pendaratan. Kegagalan percobaan untuk pendaratan oleh Skuadron Anglo-French menyebabkan kehilangan 4 battleship karena ranjau. Ketidaktentuan yang di ikuti oleh kejadian terkena ranjau menyebabkan perencanaan pendaratan di batalkan.
3) Offence, Jerman menggunakan ranjau untuk menambah kekurangan dari kapal kombatan guna mengacaukan pelayaran yang menuju pelabuhan Inggris.
Selain menggunakan kapal selam, Jerman juga menggunakan ranjau sebagai bentuk penyerangan melawan lalu lintas pelayaran yang sangat vital dan ramai dari Amerika Utara menuju pelabuhan Inggris. Sekitar 50.000 ranjau disebarkan, menenggelamkan sekitar 600 kapal sekutu. Selama PD-1, kapal selam muncul sebagai platform baru untuk menyebarkan ranjau. Kapal selam ini merupakan design pertama untuk operasi penyebaran ranjau.
Teknologi dan bentuk baru dari ranjau muncul selama periode PD-1.

Sejarah Peperangan Ranjau (PreWorld War-1914)

Pada awal abad ke 20, ada dua kejadian sejarah yang mempengaruhi dalam perkembangan peperangan ranjau. Yaitu :
a) Perang Rusia-Jepang
Pada tahun 1904, ranjau laut digunakan untuk pertama kalinya di laut terbuka ketika perang Rusia-Jepang dengan sukses luar biasa. Kedua belah pihak menggunakan ranjau (terutama ranjau tipe jangkar dan tanduk Herz), secara extensif untuk tujuan bertahan (difensif). Bagaimanapun, salah satu berbedaan yg signifikan adalah penggunaan ranjau di laut terbuka secara ofensif, yang mana sesudah itu menyebabkan masalah bagi kapal netral, walaupun sesudah konflik berakhir. Perang Rusia-Jepang mempertunjukan bahwa ranjau merupakan senjata yang ampuh. Rusia menenggelamkan lebih banyak kapal perang Jepang dengan ranjau daripada dengan senjata yang lainnya.
b) Konvensi Hague
Pada tahun 1907, Konvensi Hague telah membicarakan akibat dari tidak adanya batasan/ aturan tentang penggunaan ranjau pada perang Rusia-Jepang. Setelah perang tersebut, banyak lived mines terpisah dari jangkarnya dan melayang/ mengapung dengan bebas di laut terbuka, menyebabkan masalah besar bagi pelayaran di area tersebut. Hal ini mengundang banyak perhatian dari banyak negara dan sebagai hasilnya, Konvensi Hague telah merumuskan aturan tentang pembatasan penggunaan ranjau dalam masa perang apabila terjadi konflik di masa yang akan datang.
Isi dari Konvensi Hague antara lain :
1. Semua medan ranjau harus di umumkan.
2. Semua Ranjau yang disebar, harus dibersihkan kembali oleh negara penyebar setelah konflik berakhir.
3. Pembatasan penggunaan ranjau melayang.
4. Dll.

Minggu, 08 November 2009

Sejarah Peperangan Ranjau (Abad 18 - 19)


Ranjau adalah salah satu senjata paling murah dan paling efektif dalam peperangan laut. Peperangan ranjau artinya yaitu penggunaan ranjau secara strategis dan taktis untuk tujuan defensif, ofensif maupun protektif.
a)Abad 18
Ranjau laut yang pertama, dikenal sebagai Bushnell's Torpedo pada tahun 1776. David Bushnell juga menemukan kapal selam amerika pertama yaitu the Turtle. Penggunaan ranjau laut pertama kali pada saat konflik yaitu pada Revolusi Amerika (1775-1783). Pada 1777, atas perintah dari Jenderal Washington, David Bushnell menghanyutkan beberapa dari ranjaunya untuk menenggelamkan beberapa kapal perang Inggris yang lego jangkar di sungai Delaware, Philadelphia. Robert Fulton membuat ranjau kontak jangkar yang pertama pada tahun 1797-1812. Robert Fulton merupakan salah satu pelopor yang mempromosikan potensi dari peperangan ranjau kepada kekuatan laut seperti Perancis, Inggris dan USA.
b) Abad 19
Pada Abad 19 perkembangan dari firing mechanism ranjau sangat pesat dari abad sebelumnya. Ranjau juga digunakan untuk pertama kalinya sebagai senjata konvensional. Sam Colt menggunakan pertama kali sistem peledakan ranjau secara elektrik pada tahun 1842.
Pertama kali penggunaan ranjau laut secara sistematis dalam perang, terjadi pada Crimean War (1854-1856). Rusia menggunakan ranjau untuk tujuan defensif. Keterbatasan pengetahuan untuk menangani ancaman ranjau, dapat menghalangi kekuatan AL Inggris untuk menyerang pelabuhan Rusia.
Penggunaan ranjau dalam skala besar dalam perang yaitu pada saat American Civil War (1862-1865). Pada saat itu juga digunakan TPR untuk pertama kalinya, seperti Torpedo Rake dan Anti-Torpedo Nettings. Dalam perang tersebut, kapal federal yang tenggelam akibat ranjau adalah 27 kapal, sedangkan yang tenggelam akibat tembakan artilery hanya 9 kapal. Ini membuktikan pada saat perang sipil bahwa ranjau laut merupakan senjata yang efektif bagi AL yang lemah dalam menghadapi kekuatan AL lawan yang lebih kuat.
Tanduk Herz, adalah firing mechanism pertama untuk ranjau kontak, di kembangkan pada 1868 oleh Dr. Otto Herz. Tanduk Herz menjadi standard untuk ranjau kontak yang berikutnya untuk 70 tahun kedepan.
Pemberat bandul di kembangkan oleh Perwira AL Inggris, Lt. Ottley pada tahun 1876. Benda ini di design supaya ranjau jangkar dapat terpasang di kedalaman yang dapat di setting di bawah permukaan, tidak terpengaruh dari kondisi pasang surut pada saat waktu penyebaran.

Sabtu, 07 November 2009

Sejarah penggunaan AMCM

Peranan AMCM (Airborn Mine Counter Measures) dalam operasi TPR modern sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi negara2 maju. Penggunaan helikopter sebagai unsur AMCM sudah di lakukan oleh US Navy sejak Perang Korea. Akan tetapi pada saat itu skuadron AMCM hanya bertugas sebagai "SpotMine" atau istilah lain yaitu sebagai "Mine Watching".
Kemudian pada akhir perang Vietnam tahun 1973, peranan AMCM mengalami kemajuan yang sangat pesat, dimana US Navy melaksanakan operasi pembersihan ranjau di perairan Vietnam. Operasi ini dikenal dengan "OPERATION ENDSWEEP". Tujuan dari operasi ini adalah membersihan semua ranjau yang telah di sebar oleh US sendiri. Sesuai dengan konvensi DenHaag, ranjau harus dibersihkan oleh negara penyebar bila konflik telah berakhir. Menyadari begitu lausnya daerah penyapuan, maka di butuhkan suatu teknik baru yang mampu bekerja secara efektif dan efisien. Akhirnya US Navy menggunakan AMCM, dalam hal ini helikopter sebagai wahana penarik alat penyapuan (MK105 Seaborn Equipment Platform, a hydrofoilSled). Pada akhir operasi ini, Skuadron heli AMCM menarik alat penyapu ranjau sejauh lebih dari 27.000 miles lebih dari panjang keliling bumi dan lebih dari 2000 jam terbang. Operasi ini berlangsung dengan menggunakan 3 skuadron heli, waktu yang singkat dan TANPA ADA KERUGIAN PERSONIL MAUPUN MATERIIL. Wow!!! Could you imagined that..????!!??